November 3, 2011

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ADAT DAN TANTANGANNYA

Sebagai kelanjutan dari perjalanan reformasi ditanah air telah melahirkan tututan masyarakat adat dalam rangka memperoleh hak-haknya untuk memiliki suatu sistem sosial tersendiri. Pada periode sebelumnya hak-hak masyarakat adat telah dirampas oleh rezim Orde Baru. Salah satu akibatnya adalah lahirnya proses marginalisasi di segala bidang. 
Pertama, dengan lahirnya UU no. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa, maka masyarakat adat tidak lagi memiliki suatu pemerintahan lokal yang otonom yang menjalankan fungsinya sesuai dengan kepentingan politik dan ekspresi sosial kulturalnya. Pemerintahan desa yang diamanatkan dalam UU No. 5 tahun 1979 menggantikan pemerintahan adat seperti nagari, pasirahan, ketemukungan, dan berfungsi sebagai kepanjangan tangan dari pemerintahan di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten.
Kedua, lembaga adat yang melayani kepentingan komunitasnya kemudian dikebiri dengan dijadikan sebagai bagian dari organisasi state corporatisme. Oleh karenanya di tingkat propinsi, kabupaten sampai kecamatan di luar Jawa muncul apa yang disebut Lembaga Masyarakat Adat, suatu organisasi buatan pemerintah yang visi, misi, dan struktur organisasinya tidak selaras dengan konsepsi lembaga adat asli.
Ketiga, kalaupun lembaga adat asli masih dibiarkan hidup tetapi fungsinya dibatasi pada hal-hal yang tidak mengurangi hegemoni negara atas masyarakat asli misalnya mempertahankan berlakunya hukum adat secara terbatas karena masyarakat masih mempertahankannya.
Keempat, masyarakat adat menjadi semakin terasing dengan dunia politik di lingkungannya dan tidak mempunyai suatu kepemimpinan lokal yang sejalan dengan worldviewnya. Akibatnya, masyarakat adat menjadi tidak mempunyai bargaining power dalam menghadapi kekuatan dari luar baik yang merepresentasikan negara maupun pasar. Masyarakat adat menjadi terpuruk ekonominya dan semakin ketinggalan terhadap arus kemajuan jaman yang dibawakan oleh rezim Orde.
Perjuangan masyarakat adat untuk mengembangkan eksistensinya selalu menghadapi hambatan dan ancaman serta tantangan ke depan yang tidak mudah diatasi. Salah satu hambatan adalah melemahnya modal sosial (social capital)  kepempinan dan kebersamaan yang mereka miliki untuk mewujudkan suatu kekuatan bersama dalam mengembangkan komunitasnya, dan rendahnya kemampuan untuk mengelola organisasi adat.
Akibatnya proses konsolidasi antar elit adat dengan masyarakatnya serta antar elit adat yang bermasalah maka  ancaman dari luar pun tidak dapat diabaikan. Antar lain tuduhan untuk mewujudkan gerakan saparatisme yang mengancam negara kesatuan serta persatuan bangsa.
Disis lain mereka dituntut untuk mampu berhadapan dengan berbagai stakeholder seperti lembaga legislatif, eksekutif, press, dan sektor swasta yang mempunyai kepentingan berlainan dan dapat menghambat proses revitalisasi masyarakat adat ke depan. Tidak ketinggalan masyarakat adat pun ke depan dituntut untuk mempunyai kepedulian dengan agenda nasional dan global terhadap semangat demokrasi, HAM dan pluralisme dan keselarasan antara gerakan lokalisme dengan globalisme.
Perjuangan yang berat dari masyarakat adat untuk mengembangkan eksistensinya tidak mungkin dibiarkan berjalan sendiri tanpa kepedulian dari berbagai elemen masyarakat sipil lainnya . Beberapa agenda penting yang bisa jadi acuan antara lain:
Pertama, menguatkan kapasitas lembaga-lembaga adat sehingga bisa dikelola secara mandiri dan berkelanjutan. Kedua, Pelembagaan demokrasi masyarakat adat dengan kepemimpinan yang demokratis, dan bisa diterima oleh komunitas dan masyarakat. Ketiga, membangun akses organisasi dan masyarakat adat untuk menggunakan hak ulayat, sumberdaya ekonomi lokal dan kerjasama dengan pemerintah.
Mengawal proses perubahan sosial pada organisasi masyarakat adat maupun pada diri kelompok dengan bekerja sama dengan stakeholder masyarakat adat itu sendiri. Beberapa strategi yang bisa ditempuh antar lain:
Pengembangan Wacana. Pendekatan ini diperlukan untuk menghasilkan suatu kesadaran kritis mengenai pentingnya pemberdayaan masyarakat adat dari berbagai perspektif. Pengembangan Partisipasi, dengan melibatkan masyarakat adapt secara langsung dalam proses untuk memperoleh hak-haknya. Pengembangan Jaringan Kerja, untuk membangun semangat visi gerakan bersama. dan kerja sama masyarakat adat.
Proses pemberdayaan masyarakat adat, akan menyisakan berbagai tantangan yang multidimensional. Peran kebijakan pemerintah tentulah diperlukan untuk mempercepat komunitas ini lebih mandiri dan siap menyongsong perubahan sosial yang semakin memperkuat modal sosial.

No comments:

Post a Comment